PIIL PESENGGIRI
Falsafah hughik masyarakat lappung dikenal
jama istilah piil pesengiri.Masyarakat lappung dilom pergaulanni diatur dilom
hukum adat. Hukum adat masyarakat lappung ditinjau anjak sifatni wat telu
sifat,yakdo:
1. adat ketara (adat baku sepeti bentuk asal)
2. adat keterem:hasil rundingan guai ngunut
penyelesaian dilom bentuk pengesahan
3. adat perattei: gegoh jadi adat,anying
sebenoghni Cuma kebiasaan gawoh.
Ditinjau anjak proses pembentukanni ghik
tujuan diwatkonni, wat 3 macom adat:1.Adat cepalo, 2.Adat ngejuk ngakuk dan 3.Adat
kebumian. Adat cepalo betujuan ngedidik ghik ngebina warga tagan selalu bewatak
wawai ghik benogh, ngehendaki kebajikan dilom budi pekerti, tutur bahasa, ghik
sai baghihni, demikian sina disebut jama piil pesenggiri.
Piil pesenggiri dapok dijabarko jadi
bagian-bagian sai saling bekaitan jama kehughikan masyarakat, ngeliputi:
1. 1. Bejuluk beadek (berpanggilan bergelar):
Secara etimologis Juluk-adek (gelar adat)
terdiri dari kata juluk dan adek, masing-masing mempunyai makna; Juluk adalah
nama panggilan keluarga seorang pria/wanita, diberikan saat mereka masih muda
atau remaja yang belum menikah, dan adek bermakna gelar/nama panggilan adat
seorang pria/wanita sudah menikah melalui prosesi pemberian gelar adat. Akan tetapi
panggilan ini berbeda dengan inai dan amai. Inai adalah nama panggilan keluarga
untuk seorang perempuan sudah menikah, diberikan pihak keluarga suami atau
laki-laki. Sedangkan amai adalah nama panggilan keluarga untuk seorang
laki-laki sudah menikah dari pihak keluarga isteri.
Juluk-adek merupakan hak bagi anggota
masyarakat Lampung, oleh karena itu
juluk-adek merupakan identitas utama, melekat
pada pribadi bersangkutan. Biasanya penobatan juluk-adek ini dilakukan dalam
suatu upacara adat sebagai media peresmiannya. Juluk adek ini biasanya
mengikuti tatanan, telah ditetapkan berdasarkan hirarki status pribadi dalam
struktur kepemimpinan adat. Sebagai contoh; Suttan,Pengiran, Dalom, Batin,
Temunggung, Radin, Minak, Kimas dst.
Dalam hal ini masing-masing kebuwaian tidak
selalu sama, demikian pula urutannya tergantung pada adat yang berlaku pada
kelompok masyarakat yang bersangkutan. Karena juluk-adek melekat pada pribadi,
maka seyogyanya anggota masyarakat
Lampung harus memelihara nama tersebut dengan
sebaik-baiknya dalam wujud
prilaku pergaulan kemasyarakatan sehari-hari.
Juluk-adek merupakan asas identitas dan sebagai sumber motivasi bagi anggota
masyarakat Lampung untuk dapat menempatkan hak dan kewajibannya, kata dan
perbuatannya dalam setiap perilaku dan karyanya.
Dilom bejuluk beadok/beadek nuntut gham
ngedok kehaghusan beahlak tepuji, bejiwa balak,berkepribadian mantap,
betanggung jawab, dapok ngelaksanako kewajiban secagha individu,tehadep dighi
sayan,keluarga,masyarakat ghik selaku hamba Allah.
2. Nemui nyimah:
Nemui berasal dari kata benda temui
yang berarti tamu, kemudian menjadi kata kerja nemui, berarti mertamu atau
mengunjungi/silaturahmi. Nyimah berasal dari kata benda "simah",
kemudian menjadi kata kerja "nyimah", berarti suka memberi (pemurah).
Sedangkan secara harfiah nemui-nyimah diartikan sebagai sikap pemurah, terbuka
tangan, suka memberi dan menerima dalam arti material sesuai dengan kemampuan.
Nemui-nyimah merupakan ungkapan asas kekeluargaan untuk menciptakan suatu sikap
keakraban dan kerukunan serta silaturahmi.Nemui-nyimah merupakan kewajiban bagi
suatu keluarga dari masyarakat Lampung umumnya untuk tetap menjaga silaturahmi,
dimana ikatan keluarga secara genealogis selalu terpelihara dengan prinsip
keterbukaan, kepantasan dan kewajaran.Pada hakekatnya nemui-nyimah dilandasi
rasa keikhlasan dari lubuk hati dalam untuk menciptakan kerukunan hidup
berkeluarga dan bermasyarakat. Dengan demikian, maka elemen budaya nemui-nyimah
tidak dapat diartikan keliru, mengarah kepada sikap dan perbuatan tercela atau
terlarang, tidak sesuai dengan norma kehidupan sosial. Bentuk konkrit nemui
nyimah dalam konteks kehidupan masyarakat dewasa ini lebih tepat diterjemahkan
sebagai sikap kepedulian sosial dan rasa setiakawan. Suatu keluarga memiliki keperdulian
terhadap nilai-nilai kemanusiaan, tentunya berpandangan luas ke depan dengan
motivasi kerja keras, jujur dan tidak merugikan orang lain.
3. Sakai sambayan:
Sakai bermakna memberikan sesuatu kepada
seseorang atau sekelompok orang dalam bentuk benda dan jasa yang bernilai
ekonomis yang dalam prakteknya cenderung menghendaki saling berbalas. Sedangkan
sambaiyan bermakna memberikan sesuatu kepada seseorang, sekelompok orang atau
untuk kepentingan umum secara sosial berbentuk benda dan jasa tanpa mengharapkan
balasan.
Sakai sambaiyan berarti tolong menolong dan
gotong royong, artinya memahami makna kebersamaan atau guyub. Sakai-sambayan
pada hakekatnya adalah menun-jukkan rasa partisipasi serta solidaritas yang
tinggi terhadap berbagai kegiatan pribadi dan sosial kemasyarakatan pada
umumnya. Sebagai masyarakat Lampung akan merasa kurang terpandang bila ia tidak
mampu berpartisipasi dalam suatu kegiatan kemasyarakatan. Perilaku ini
menggambarkan sikap toleransi kebersamaan, sehingga seseorang akan memberikan
apa saja secara suka rela apabila pemberian itu memiliki nilai manfaat bagi
orang atau anggota masyarakat lain yang membutuhkan.
4. Nengah nyappur:
Nengah berasal dari kata benda, kemudian
berubah menjadi kata kerja, berarti berada di tengah. Sedangkan nyappur berasal
dari kata benda cappur menjadi kata kerja nyappur, berarti baur atau berbaur.
Secara harfiah dapat diartikan sebagai sikap suka bergaul, suka bersahabat dan
toleran antar sesama. Nengah-nyappur menggambarkan, anggota masyarakat Lampung
mengutamakan rasa kekeluargaan dan didukung dengan sikap suka bergaul dan
bersahabat dengan siapa saja, tidak membedakan suku, agama, tingkatan, asal
usul dan golongan. Sikap suka bergaul dan bersahabat menumbuhkan semangat suka
bekerjasama dan tenggang rasa (toleransi) yang tinggi antar sesamanya. Sikap
toleransi akan menumbuhkan sikap ingin tahu, mau mendengarkan nasehat orang
lain, memacu semangat kreativitas dan tanggap terhadap perkembangan
gejala-gejala sosial. Oleh sebab itu dapat diambil suatu konklusi bahwa sikap
nengah-nyappur menunjuk kepada nilai musyawarah untuk mufakat. Sikap nengah
nyappur melambangkan sikap nalar yang baik, tertib dan seklaigus merupakan
embrio dari kesungguhan untuk meningkatkan pengetahuan serta sikap adaptif
terhadap perubahan.
Melihat kondisi kehidupan masyarakat Lampung
yang pluralistik, maka dapat dipahami bahwa penduduk daerah ini telah
menjalankan prinsip hidup nengah-nyappur secara wajar dan positif. Sikap
nengah-nyappur juga menunjukkan sikap ingin tahu yang tinggi, sehingga
menumbuhkan sikap kepeloporan. Pandangan atau
pemikiran demikian menggabarkan bahwa anggota masyarakat Lampung merupakan
bentuk kehidupan yang memiliki jiwa dan semangat kerja keras dan gigih untuk
mencapai tujuan masa depannya dalam berbagai bidang kehidupan. Nengah-nyappur
merupakan pencerminan dari asas musyawarah untuk mufakat. Sebagai modal untuk
bermusyawarah tentunya seseorang harus mempunyai penge-tahuan dan wawasan yang
luas, sikap toleransi yang tinggi dan melaksanakan segala keputusan dengan rasa
penuh tanggung jawab. Dengan demikian berarti masyarakat Lampung pada umumnya
dituntut kemampuannya untuk dapat menempatkan diri pada posisi yang wajar,
yaitu dalam arti sopan dalam sikap perbuatan dan santun dalam tutur kata. Makna
yang lebih dalam adalah harus siap mendengarkan, menganalisis, dan harus siap
menyampaikan informasi dengan tertib dan bermakna.
5.Titie Gemattei
Titie Gemattei terdiri dari dua suku kata, titie dan gemattei. Titie berasal dari kata titi yang berarti jalan, dan gemantie berarti lazim atau kebiasaan leluhur yang dianggap baik. Wujud titie gemanttei secara konkrit berupa norma yang sering disebut kebiasaan masyarakat adat. Kebiasaan masyarakat adat ini tidak tertulis, yang terbentuk atas dasar kesepakatan masyarakat adat melalui suatu forum khusus (rapat perwatin Adat/Keterem).Titie gemattei tersebut berisi keharusan, kebolehan dan larangan (cepalo) untuk berbuat dalam penerapan semua elemen Piil Pesenggiri. Memperhatikan proses normatif hubungan sosial titie gemattei ini, maka dalam aktualisasi penerapannya senantiasa amat lentur dan fleksibel mengikuti tuntutan perubahan (selalu terjadi penyesuaian). Contoh; pada masa lalu setiap penyimbang suku di Anek, Kampung, Tiyuh atau Pekon harus mempunyai tempat mandi khusus di sungai (disebut kuwaiyan, pakkalan), tetapi sekarang sesuai dengan perkembangan zaman diganti dengan kamar mandi. Titie gemattie juga mempunyai pengertian sopan santun untuk kebaikkan yang diutamakan berdasarkan kelaziman dan kebiasaan. Kelaziman dan kebiasaan yang berdasarkan kebaikkan ini pada hakekatnya menggambarkan bahwa masyarakat Lampung mempunyai tatanan kehidupan sosial yang teratur. Sikap membina kebiasaan yang berdasarkan kebaikkan merupakan modal dasar pembangunan dan pemahaman terhadap budaya malu baik secara pribadi, keluarga maupun masyarakat.Prinsip hidup yang terkandung dalam titie gemattei merupakan pedoman dalam pelaksanaan pengawasan terhadap sikap perilaku yang melahirkan cepalo (norma hukum) yang kongkrit dan terbentuknya tatanan hukum yang baru, sesuai dengan kebutuhan hidup masyarakat.
LAMBANG DAERAH PROVINSI LAMPUNG
Lampung merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia. Daerahnya begitu strategis kaena merupakan lintasan dari beberapa Provinsi. Lampung mempunyai lambang daerah yang disebut dengan “Sang Bumi Ruwa Jurai”, berdasarkan surat keputusan No 6/74/TU/1968 tanggal 17 Agustus 1968. Panitia lambang mengadakan sayembara lambang daerah yang diikuti sebanyak 120 orang peserta. Berdasarkan surat keputusan DPRD No. 03/Kep/IDPRD/1969 tanggal 17 Juni 1969, ditetapkanlah lambang daerah Provinsi Lampung. Desain tersebut merupakan hasil karya Muh. Ansori Dani. Karyanya terpilih dan diterima menjadi lambang daerah Provinsi Lampung.

Lambang daeghah Provinsi Lappung bubentuk peghisai besudut lima. Isi lambang tedighi jak:
1. Pita jama tulisan “Sang Bumi Ruwa Jurai”
I. Bentuk peghisai besudut lima
Tidak ada komentar:
Posting Komentar